Ada beberapa isu krusial pada belanja bantuan sosial yang masuk
sebagai bagian dari belanja pada APBD didaerah karena kesalahan dalam
perencanaan dan penganggaran untuk rekening belanja bantuan sosial akan
berdampak pada kesulitan dalam realisasi belanja ini.
Belanja bantuan sosial harus memiliki landasan hukum yang cukup baik secara Perda dan Peraturan Walikota/Peraturan Bupati agar tidak terjadi kesalahan dan penyimpangan dalam proses realisasinya.
Seperti kita ketahui dalam aturan yang lebih tinggi (Undang-Undang) belum ada yang mendefinisikan dengan jelas bantuan sosial. Terdapat beragam contoh aktivitas yang dikategorikan belanja bantuan sosial namun tidak ada ketentuan yang jelas mengenai pengertiannya. Jika belanja bantuan sosial dimaksudkan untuk perlindungan sosial atau kesejahteraan sosial, dalam regulasi lain disebutkan terdapat aktivitas yang tidak terkait dengan perlindungan dan kesejahteraan sosial diklasifikasikan sebagai belanja bantuan sosial.
secara definisi juga belum ada yang secara jelas mengenai belanja bantuan sosial. bantuan sosial sering disamakan dengan social assistance yang diartikan manfaat (benefit) diperoleh dalam bentuk uang atau barang yang diberikan oleh negara atau lembaga sosial lain kepada pihak yang memiliki kerentanan (vulnerable) sosial.
Masyarakat rentan sosial adalah kelompok masyarakat yang memiliki kemungkinan besar tertimpa suatu risiko sosial. Namun pengertian social assistance bermakna luas karena termasuk pemberian langsung kepada masyarakat dan subsidi.
Kesalahan yang umum terjadi pada proses penyusunan anggaran rekening bantuan sosial sehingga perlu kehati-hatian bagi para perencana anggaran belanja bantuan sosial. Kesalahan yang umum terjadi itu sebagai berikut ini:
- Belanja bantuan sosial dianggarkan ke dalam belanja non bantuan sosial.
- Belanja non bantuan sosial dianggarkan ke dalam belanja bantuan sosial.
- Belanja bantuan sosial dianggarkan oleh institusi selain institusi yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan program perlindungan sosial, rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, penanggulangan kemiskinan, program pelayanan dasar dan penanggulangan bencana.
- Belanja pada institusi yang memiliki fungsi perlindungan sosial diklasifikasikan sebagai belanja bantuan sosial, karena aktivitasnya terkait dengan perlindungan sosial, walaupun bantuan tersebut tidak diberikan langsung kepada masyarakat yang memiliki risiko sosial.
Adanya akun belanja bantuan sosial bagai pedang bermata dua bagi seorang kepala daerah, karena akun belanja bantuan sosial jika salah dalam proses perencanaannya maka juga akan mengakibatkan kesalahan pada proses pelaksanaannya.
Harus diingat juga dalam pelayanan kepada masyarakat belanja bantuan sosial merupakan kompenen yang sangat penting karena dampaknya bersifat langsung ke masyarakat. Masyarakat dapat menilai apakah pemerintahan berjalan efektif atau tidak. Apalagi belanja bantuan sosial juga menyentuh langsung ke masyarakat yang sangat membutuhkan. Contohnya pada saat terjadi bencana, maka korban harus segera mendapatkan pertolongan dan bantuan.
Sehingga hal ini patut menjadi perhatian yang serius bagi tim perencana anggaran baik di SKPD maupun di SKPKD dan juga Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Ini contoh dari berbagai kasus kesalahan yang terjadi dan bisa menjadi pelajaran berharga agar proses perencanaan lebih hati-hati agar pelaksanaanya dapat berjalan mulus. Contoh kasus tersebut yaitu:
a. Pendanaan belanja bantuan sosial menggunakan belanja non bantuan sosial. Akibatnya dalam pelaksanaanya terjadi ketidaksesuaian antara anggaran dan pelaksanaannya. Sebagai contoh belanja pembelian ambulan untuk diserahkan pada yayasan sosial dalam rangka penanganan korban bencana didanai dari belanja modal. Ambulan tersebut sudah diserahkan ke yayasan sosial sebagai bantuan, sehingga tidak boleh dicatat sebagai aset tetap, namun karena anggarannya belanja modal, akan dicatat aset tetap, padahal aset tetap tersebut tidak diinvetarisir instansi pemerintah.
b. Pendanaan belanja non bantuan sosial menggunakan belanja bantuan sosial, akibatnya dalam pelaksanaanya terjadi ketidaksesuaian antara anggaran dan pelaksanaannya. Sebagai contoh belanja bantuan sosial diberikan dalam bentuk pembelian aset tetap yang dikuasai oleh instansi pemerintah. Aset hasil pembelian dari anggaran belanja bantuan sosial tersebut akan diinventarisir sebagai aset tetap, tetapi pencatatan awalnya dari belanja bantuan sosial bukan belanja modal.
c. Belanja bantuan sosial tidak disalurkan untuk kegiatan yang berkaitan dengan perlindungan sosial dan kesejahteran sosial serta penerimanya tidak berhak menerima belanja bantuan sosial, antara lain:
- Belanja bantuan sosial kepada atlet-atlet berprestasi dan klub sepak bola.
- Belanja bantuan sosial diberikan kepada organisasi partai politik
d. Permasalahan pengendalian intern dan transparansi pemberian bantuan sosial, contohnya:
- Mekanisme penetapan penerima belanja bantuan sosial tidak jelas dan transparan.
- Proses penyaluran belanja bantuan sosial tidak jelas dan transparan.
- Penerima belanja bantuan sosial fiktif dan/atau tidak sesuai dengan kriteria penerima belanja bantuan
sosial.
- Lembaga pemerintah penerima alokasi belanja bantuan sosial menggulirkan kembali dana yang berasal
dari belanja bantuan sosial.
e. Jumlah realisasi belanja bantuan sosial melebih pagu anggaran.
Itulah beberapa kesalahan dalam perencanaan dan pelaksanaan belanja bantuan sosial, semoga perencanaan didaerah kita dapat berjalan baik dan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.
Belanja bantuan sosial harus memiliki landasan hukum yang cukup baik secara Perda dan Peraturan Walikota/Peraturan Bupati agar tidak terjadi kesalahan dan penyimpangan dalam proses realisasinya.
Seperti kita ketahui dalam aturan yang lebih tinggi (Undang-Undang) belum ada yang mendefinisikan dengan jelas bantuan sosial. Terdapat beragam contoh aktivitas yang dikategorikan belanja bantuan sosial namun tidak ada ketentuan yang jelas mengenai pengertiannya. Jika belanja bantuan sosial dimaksudkan untuk perlindungan sosial atau kesejahteraan sosial, dalam regulasi lain disebutkan terdapat aktivitas yang tidak terkait dengan perlindungan dan kesejahteraan sosial diklasifikasikan sebagai belanja bantuan sosial.
secara definisi juga belum ada yang secara jelas mengenai belanja bantuan sosial. bantuan sosial sering disamakan dengan social assistance yang diartikan manfaat (benefit) diperoleh dalam bentuk uang atau barang yang diberikan oleh negara atau lembaga sosial lain kepada pihak yang memiliki kerentanan (vulnerable) sosial.
Masyarakat rentan sosial adalah kelompok masyarakat yang memiliki kemungkinan besar tertimpa suatu risiko sosial. Namun pengertian social assistance bermakna luas karena termasuk pemberian langsung kepada masyarakat dan subsidi.
Kesalahan yang umum terjadi pada proses penyusunan anggaran rekening bantuan sosial sehingga perlu kehati-hatian bagi para perencana anggaran belanja bantuan sosial. Kesalahan yang umum terjadi itu sebagai berikut ini:
- Belanja bantuan sosial dianggarkan ke dalam belanja non bantuan sosial.
- Belanja non bantuan sosial dianggarkan ke dalam belanja bantuan sosial.
- Belanja bantuan sosial dianggarkan oleh institusi selain institusi yang memiliki tugas dan fungsi melaksanakan program perlindungan sosial, rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, penanggulangan kemiskinan, program pelayanan dasar dan penanggulangan bencana.
- Belanja pada institusi yang memiliki fungsi perlindungan sosial diklasifikasikan sebagai belanja bantuan sosial, karena aktivitasnya terkait dengan perlindungan sosial, walaupun bantuan tersebut tidak diberikan langsung kepada masyarakat yang memiliki risiko sosial.
Adanya akun belanja bantuan sosial bagai pedang bermata dua bagi seorang kepala daerah, karena akun belanja bantuan sosial jika salah dalam proses perencanaannya maka juga akan mengakibatkan kesalahan pada proses pelaksanaannya.
Harus diingat juga dalam pelayanan kepada masyarakat belanja bantuan sosial merupakan kompenen yang sangat penting karena dampaknya bersifat langsung ke masyarakat. Masyarakat dapat menilai apakah pemerintahan berjalan efektif atau tidak. Apalagi belanja bantuan sosial juga menyentuh langsung ke masyarakat yang sangat membutuhkan. Contohnya pada saat terjadi bencana, maka korban harus segera mendapatkan pertolongan dan bantuan.
Sehingga hal ini patut menjadi perhatian yang serius bagi tim perencana anggaran baik di SKPD maupun di SKPKD dan juga Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Ini contoh dari berbagai kasus kesalahan yang terjadi dan bisa menjadi pelajaran berharga agar proses perencanaan lebih hati-hati agar pelaksanaanya dapat berjalan mulus. Contoh kasus tersebut yaitu:
a. Pendanaan belanja bantuan sosial menggunakan belanja non bantuan sosial. Akibatnya dalam pelaksanaanya terjadi ketidaksesuaian antara anggaran dan pelaksanaannya. Sebagai contoh belanja pembelian ambulan untuk diserahkan pada yayasan sosial dalam rangka penanganan korban bencana didanai dari belanja modal. Ambulan tersebut sudah diserahkan ke yayasan sosial sebagai bantuan, sehingga tidak boleh dicatat sebagai aset tetap, namun karena anggarannya belanja modal, akan dicatat aset tetap, padahal aset tetap tersebut tidak diinvetarisir instansi pemerintah.
b. Pendanaan belanja non bantuan sosial menggunakan belanja bantuan sosial, akibatnya dalam pelaksanaanya terjadi ketidaksesuaian antara anggaran dan pelaksanaannya. Sebagai contoh belanja bantuan sosial diberikan dalam bentuk pembelian aset tetap yang dikuasai oleh instansi pemerintah. Aset hasil pembelian dari anggaran belanja bantuan sosial tersebut akan diinventarisir sebagai aset tetap, tetapi pencatatan awalnya dari belanja bantuan sosial bukan belanja modal.
c. Belanja bantuan sosial tidak disalurkan untuk kegiatan yang berkaitan dengan perlindungan sosial dan kesejahteran sosial serta penerimanya tidak berhak menerima belanja bantuan sosial, antara lain:
- Belanja bantuan sosial kepada atlet-atlet berprestasi dan klub sepak bola.
- Belanja bantuan sosial diberikan kepada organisasi partai politik
d. Permasalahan pengendalian intern dan transparansi pemberian bantuan sosial, contohnya:
- Mekanisme penetapan penerima belanja bantuan sosial tidak jelas dan transparan.
- Proses penyaluran belanja bantuan sosial tidak jelas dan transparan.
- Penerima belanja bantuan sosial fiktif dan/atau tidak sesuai dengan kriteria penerima belanja bantuan
sosial.
- Lembaga pemerintah penerima alokasi belanja bantuan sosial menggulirkan kembali dana yang berasal
dari belanja bantuan sosial.
e. Jumlah realisasi belanja bantuan sosial melebih pagu anggaran.
Itulah beberapa kesalahan dalam perencanaan dan pelaksanaan belanja bantuan sosial, semoga perencanaan didaerah kita dapat berjalan baik dan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.
Komentar
Posting Komentar